Sembada Bersinar
18 Juli 2024
Sejuta Warna, Satu Capaian
Sejuta Warna, Satu Capaian
(Juni
Riyanti)
Satu kelas
bukan satu kepala
Beda minat,
beda gaya, beda kemampuan awalnya
Ingin hasil
maksimal, buatlah berbeda
Murid bukan
mesin yang bisa satu kata satu perintah
Dia yang
selalu mendengar ikutlah gayanya
Dia yang
suka menulis, carilah cara mengenali belajarnya
Dia yang
suka belajar sambil berjalan, tak perlu dilarang
Ingatlah,
satu kelas bukan satu kepala
Sudah
saatnya guru mengubah perkara mengajarnya
Kenali
muridmu, dekatilah maka akan tahu
Satu
materi, seratus cara penyampaian
Satu
materi, seribu aktivitas murid
Satu
materi, sejuta hasil
Duhai guru,
dengarlah kata hatimu
Mengubah
segalanya, mengikuti murid
Itulah
diferensiasi
Semarang,
17 Juli 2024
#CCSIT_Angk.VIII
20 Maret 2019
Membaca Adalah Kebutuhan
Membaca bukan lagi sebuah kewajiban, namun sudah menjadi kebutuhan bagi sebaguan orang.
Membaca Adalah Kebutuhan
Membaca bukan lagi sebuah kewajiban, namun sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian orang. Komunitas One Day One Post (ODOP) telah mewujudkan impian para pecinta buku dengan membaca setiap hari.
Selain membaca Reading Challenge ODOP (RCO) juga memberikan tantangan yang harus diselesaikan di setiap levelnya. Kegiatan ini benar-benar mampu menumbuhkan semangat membaca sekaligus menulis. Kegiatan yang berlangsung selama 45 hari ini pun terhitung sangat mantap. Ini tentu saja tidak lepas dari tangan dua orang yang menggawanginya yakni Mas Lutfi dan Mbak Sofia. Terima kasih yang tak terhingga untuk keduanya.
Selanjutnya, pada level terakhir setiap peserta harus membuat tulisan bagi kegiatan RCO berikutnya. Ada berbagai macam harapan yang diberikan oleh setiap peserta. Kegiatan ini sebagai penumbuh semangat membaca harus tetap ada. Bagaimanapun juga tidak akan mampu sesorang menulis tanpa membaca. RCO berikutnya harus lebih seru dengan tantangan-tantangan lain dan waktu yang lebih panjang.
Sosok Ernest Hemingway
Ernest Hemingway, biasa pula disebut Papa. Merupakan pemegang nobel sastra. Karya terpopulernya adalah "Lelaki Tua dan Laut". Membaca novel ini memang butuh kesabaran yang tinggi. Pemaparan yang disampaikan oleh Hemingway terkesan sangat hati-hati. Dengan kata-kata yang sederhana, Hemingway mampu merangkainya menjadi kalimat-kalimat yang sarat akan makna.
Dalam novel tersebut, Hemingway seolah menceritakan keberadaan dirinya ketika seorang diri di tengah laut. Bercerita dengab dirinya sendiri. Dan ditanggapi oleh dirinya sendiri pula. Tak jarang, Dia seolah-olah juga bercerita dengan alam di sekitarnya.
Novelnya Lelaki dan Laut ini memang tipis, namun ketekunan dan kepiawaiannya dalam mengolah kata, mampu membawanya menjadi pemenang nobel sastra.
9 Maret 2019
Ratih Kumala Sang Peramu Senja
Ratih Kumala, lahir di Jakarta, 4 Juni 1980. Ia memperoleh pendidikan dari Fakultas Sastra Inggris Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Saat ini tinggal bersama suaminya yang juga seorang penulis yakni Eka Kurniawan. Selain sebagai penulis novel dan cerita pendek, ia juga menulis skenario. Beberapa buku yang pernah ditulisnya adalah Tabula Rasa (2004), Larutan Senja (2006),Kronik Betawi (2009) dan Gadis Kretek (2015).
Salah satu bukunya adalah Larutan Senja yang mengisahkan tentang pembuatan senja. Senja di bumi, yang setiap hari datang. Baik dalam keadaan cerah maupun mendung. Ratih Kumala mampu menuliskan sebuah cerita tentang seorang wanita yang menciptakan larutan senja. Lantas berselisih dengan pencipta bumi. Senja yang Ia ciptakan tidaklah berasa manis seperti sore, namun juga tidak pahit seperti malam. Dia pun menciptakan ramuan senja dengan berbagai campuran warna.
Buku tipis yang diberi judul Larutan senja "The Potion of Twilight" ditulis oleh Ratna Kumala dan dialih bahasakan oleh Soe Tjen Marching. Buku ini berisi kumpulan 14 kisah. Lebih banyak menceritakan mengenai sisi romantisme perempuan dan kekuatan magis. Dalam salah satu kisahnya yang berjudul "The Midwife" (Bidan), ada seorang Bidan desa, yang mendapat tantangan dari seorang wanita di desa tersebut. Nastiti nama wanita tersebut. Dia menuduh sang bidan telah membunuh suaminya dengan cara diracun. Sang bidan pun diusir dari desa. Nastiti rupanya masih menyimpan dendam dan berusaha mencari keberadaan sang bidan desa.
Buku yang hanya berisi 124 halaman ini menjadi sebuah cerita dengan tokoh sebagian besarnya adalah wanita. Inilah salah satu kekuatan yang dimiliki buku berjudul asli "Larutan Senja". Penggambaran tokoh yang benar-benar unik, dengan latar yang tidak dapat disangka sebelumnya menjadikannya cerita yang menarik untuk disimak.
Selayaknya buku-buku lain yang telah ditulisnya, kumpulan cerita yang disajikan oleh Ratih Kumala ini pun memiliki aroma sastra yang kuat. Bukan hanya dalam pendeskripsiannya. Namun dalam percakapan tokohnya pun ada.
#reading_challenge_ODOP
#Level_4
#Tantangan_2
26 Februari 2019
Pendidikan Indonesia di Era Belanda
Mengenal sejarah Indonesia pada jaman penjajahan, akan mengingatkan pada segala sistem yang pernah dighnakan oleh Belanda dan Jepang di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, anak-anak di sekolah diajarkan sebuah materi tentang penjajahan Belanda di Indonesia. Mulai dari adanya sistem VOC, kerja paksa, tanam paksa hingga politik etis.
Setiap sistem yang digunakan oleh kerajaan Belanda di Indonesia tersebut memiliki aturan-aturan berikut dengan konsekuensinya sendiri. Namun tidak banyak materi sejarah yang secara khusus mengangkat mengenai dunia pendidikan saat itu.
Pada mulanya pendidikan di Indonesia tidak benar-benar ditujukan kepada anak-anak Indonesia. Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda yanh tinggal di Indonesia. Itupun dalam jumlah yang terbatas.
Pada jaman "Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)" kegiatan pendidikan lebih banyak dipusatkan di Indonesia bagian Timur seperti di Ambon. Sebenarnya tujuan utama dari pendidikan saat itu adalah untuk melenyapkan agama Katholik dan menyebarkan agama Kristen protestan. Selain itu pendidikan juga masih semata untuk tujuan sebuah persyaratan pekerjaan.
Pengajaran yang dilakukan saat itu masih menggunakan sistem individual. Belum ada sistem klasikal dalam sebuah kelas. Anak datang kepada guru satu per satu untuk mendapatkan materi yang mereka perlukan. Sekolah pada jaman VOC belum dapat disebut sebagai sekolah secara formal. Inilah yang menyebabkan pendidikan kurang berkembang.
Pendidikan bagi anak-anak Indonesia baru ada sekitar tahun 1846. Pendidikan saat itu bertujuan untuk melatih pegawai pemerintah. Saat itu terdapat sekolah rendah dengan kurikulum yang menyesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan sebagai pegawai pemerintah. Krisis ekonomi pada akhir abad ke-19 memaksa Belanda untuk mengadakan diferensiasi dalam pendidikan bagi anak Indonesia yakni anak-anak golongan atas dan rendah. Sehingga muncullah sekolah kelas satu dan sekolah kelas dua.
Sekolah kelas satu merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak golongan atas. Yakni anak-anak dari kalangan aristrokasi dan orang berada. Bahasa Belanda di ajarkan di sekolah kelas satu, sedangkan di sekolah kelas dua tidak diajarkan. Lama sekolah kelas satu adalah lima tahun. Sedangkan sekolah kelas dua hanya tiga tahun.
Tahun 1907 sekolah kelas satu menjadi enam tahun dengan dimasukkannya kurikulum Bahasa Belanda. Namun demikian sekolah ini yang kemudian berubah nama menjadi Hollands Inlandse School (HIS) masih tidak memiliki pintu gerbang untuk melanjutkan ke jenjang sekolah atas. Sekolah atas waktu itu hanya dapat diakses dari sekolah rendah untuk Belanda dan Cina.
Europese Lagere School (ELS) merupakan sekolah rendah untuk Belanda. Sekolah ini jelas hanya ditujukan bagi anak-anak Belanda. Kemudian diperluas dengan diperbolehkannya anak-anak Indonesia dari golongan elit. ELS memiliki pola 7 tahun dan mengadopsi kurikulum negara asalnya.
Sekolah rendah lainya adalah "Holands Chinese School" (HCS) merupakan sekolah rendah bagi anak-anak Cina yang berada di Indonesia. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini hampir sama dengan ELS kecuali pada pengajaran Bahasa Belanda diganti dengan Bahasa Inggris.
Sekolah lanjutan yang ada adalah "Hogere Burger School" (HBS). Sekolah lanjutan ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda. Membatasi masuknya anak-anak Indonesia di sekolah lanjutan. Kemudian muncul sekolah lanjutan yang dapat diakses anak-anak Indonesia yakni MULO dan AMS.
Pada tingkat pendidikan tinggi atau universitas. Lagi-lagi kesempatan anak Indonesia sangatlah terbatas. Anak-anak Belanda selalu jauh lebih maju dan memiliki kesempatan yang lebih luas.
#reading_challenge_ODOP
#Level3
#Tantangan_2