Mengenal sejarah Indonesia pada jaman penjajahan, akan mengingatkan pada segala sistem yang pernah dighnakan oleh Belanda dan Jepang di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, anak-anak di sekolah diajarkan sebuah materi tentang penjajahan Belanda di Indonesia. Mulai dari adanya sistem VOC, kerja paksa, tanam paksa hingga politik etis.
Setiap sistem yang digunakan oleh kerajaan Belanda di Indonesia tersebut memiliki aturan-aturan berikut dengan konsekuensinya sendiri. Namun tidak banyak materi sejarah yang secara khusus mengangkat mengenai dunia pendidikan saat itu.
Pada mulanya pendidikan di Indonesia tidak benar-benar ditujukan kepada anak-anak Indonesia. Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda yanh tinggal di Indonesia. Itupun dalam jumlah yang terbatas.
Pada jaman "Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)" kegiatan pendidikan lebih banyak dipusatkan di Indonesia bagian Timur seperti di Ambon. Sebenarnya tujuan utama dari pendidikan saat itu adalah untuk melenyapkan agama Katholik dan menyebarkan agama Kristen protestan. Selain itu pendidikan juga masih semata untuk tujuan sebuah persyaratan pekerjaan.
Pengajaran yang dilakukan saat itu masih menggunakan sistem individual. Belum ada sistem klasikal dalam sebuah kelas. Anak datang kepada guru satu per satu untuk mendapatkan materi yang mereka perlukan. Sekolah pada jaman VOC belum dapat disebut sebagai sekolah secara formal. Inilah yang menyebabkan pendidikan kurang berkembang.
Pendidikan bagi anak-anak Indonesia baru ada sekitar tahun 1846. Pendidikan saat itu bertujuan untuk melatih pegawai pemerintah. Saat itu terdapat sekolah rendah dengan kurikulum yang menyesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan sebagai pegawai pemerintah. Krisis ekonomi pada akhir abad ke-19 memaksa Belanda untuk mengadakan diferensiasi dalam pendidikan bagi anak Indonesia yakni anak-anak golongan atas dan rendah. Sehingga muncullah sekolah kelas satu dan sekolah kelas dua.
Sekolah kelas satu merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak golongan atas. Yakni anak-anak dari kalangan aristrokasi dan orang berada. Bahasa Belanda di ajarkan di sekolah kelas satu, sedangkan di sekolah kelas dua tidak diajarkan. Lama sekolah kelas satu adalah lima tahun. Sedangkan sekolah kelas dua hanya tiga tahun.
Tahun 1907 sekolah kelas satu menjadi enam tahun dengan dimasukkannya kurikulum Bahasa Belanda. Namun demikian sekolah ini yang kemudian berubah nama menjadi Hollands Inlandse School (HIS) masih tidak memiliki pintu gerbang untuk melanjutkan ke jenjang sekolah atas. Sekolah atas waktu itu hanya dapat diakses dari sekolah rendah untuk Belanda dan Cina.
Europese Lagere School (ELS) merupakan sekolah rendah untuk Belanda. Sekolah ini jelas hanya ditujukan bagi anak-anak Belanda. Kemudian diperluas dengan diperbolehkannya anak-anak Indonesia dari golongan elit. ELS memiliki pola 7 tahun dan mengadopsi kurikulum negara asalnya.
Sekolah rendah lainya adalah "Holands Chinese School" (HCS) merupakan sekolah rendah bagi anak-anak Cina yang berada di Indonesia. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini hampir sama dengan ELS kecuali pada pengajaran Bahasa Belanda diganti dengan Bahasa Inggris.
Sekolah lanjutan yang ada adalah "Hogere Burger School" (HBS). Sekolah lanjutan ini hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda. Membatasi masuknya anak-anak Indonesia di sekolah lanjutan. Kemudian muncul sekolah lanjutan yang dapat diakses anak-anak Indonesia yakni MULO dan AMS.
Pada tingkat pendidikan tinggi atau universitas. Lagi-lagi kesempatan anak Indonesia sangatlah terbatas. Anak-anak Belanda selalu jauh lebih maju dan memiliki kesempatan yang lebih luas.
#reading_challenge_ODOP
#Level3
#Tantangan_2