25 Januari 2018

Beras Oh Beras

Harga beras berapaan sekarang ya? Naiknya berapa rupiah emangnya? Kamu itu dari planet mana saja? Sampai nggak tahu harga beras yang selangit tingginya. Salah ya, jika aku sampai tidak tahu sama sekali harga beras. Sefatal apakah jika aku nggak tahu akan hal ini. Apakah sefatal serangan gagal jantung.

Beras memang termasuk makan pokok yang sudah mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Apalagi orang Jawa, sudah makan macem-macem, tapi kalau belum nasi yang masuk mulut tetap saja namanya belum makan. Padahal pagi sudah segelas susu dan tiga potong roti. Masih ditambah pula camilan jajan pasar. Kue apem, sama arem-arem. Kenyang banget itu harusnya. Tapi, kalau belum nasi yang dimakan, maka namanya tetap saja belum sarapan. Busyeett... memang makan harus nasi ya.

Tapi, apapun opini masyarakat secara umum, makanan pokok tetaplah berpengaruh pada pola pikir dalam hal makanan. Beras sebagai bahan mentah nasi menjadi sangat urgent sifatnya. Jika beras tinggal segelas, alamat ibu-ibu sebagai Sang juru masak akan bingung dan pusing tujuh keliling. Duit nggak ada, nyari utangan ke warung sebelah sudah nggak berani lagi. Pinjem tetangga apalagi, sudah kena marah berkali-kali. Nunggu suami gajian kok ya masih sepuluh hari lagi.

Ini hanya salah satu contoh betapa beras akan mampu merubah kondisi psikis dari santai menjadi khawatir dan gelisah. Beras habis, nangis. Ada duit sedikit, rupanya tak cukup untuk membeli beras. Biasanya dapat sepuluh kilo, eh ini cuma dapat tujuh kilo. Ini baru berasnya saja. Belum sayuran dan lauk pendping nasi. Apa iya mau makan nasi sama garam saja?

Aduh, catatan pemasukan dan pengeluaran belanja sehari-hari menjadi morat-marit. Gaji suami tidak bertambah, tapi belanjanya harus dirubah gara-gara harga yang nggak stabil. Belum lagi kalau ada kebutuhan mendadak lainnya. Termasuk pula jika ada sanak famili yang punya hajat, kita pula ikut bingung. Pengeluaran tak terencana lainnya harus segera dicatat disana. Akhirnya sebelum akhir bulan, bahkan belum sampai pertengahan bulan uang sudah raib tak bersisa. Persediaan beras tinggal wadahnya yang menganga menanti untuk diisi kembali.

Kalau sudah begini, apa iya wadah itu mau diisi puisi begini:
Sebutir, dua butir kau sangat bermakna bagiku.
Laparku kan hilang, saat buliranmu telah matang dan empuk
Aroma yang menggoda jiwa
Huummm,... ini sangat harum.

Tanganku mencari-cari butiranmu
Dalam wadah kotak biru berhias keemasan
Tung..tung...tung
Tak ada yang bisa ku hitung
Dong...dong...dong
Tak ada beras, wadahnya kosong

Beras yang tak terbeli, sawah yang tidak bisa dipanen. Gaji suami juga sudah tidak cukup lagi. Anak-anak sudah minta nasi. Apa iya mau dikasih piring kosong saja? Haduuh, pusingnya jadi ibu rumah tangga kalau begini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar