Edisi curhat,. Ini tulisan tidak ada alur maju mundurnya. Tanpa outline maupun kerangka yang jelas. Hanya sekedar tulisan untuk mengatakan apa yang sedang ada di dalam hati. Kesal,... jenuh,, pengin ketawa sendiri, dan perasaan lain yang campur aduk menjadi satu. Jadi ceritanya begini.
Menjadi seorang editor bukanlah cita-cita ataupun sekedar keinginan terpendam yang kumiliki. Sama sekali tidak pernah terbayangkan mejadi seorang editor. Apalagi editor buku yang akan diterbitkan dalam sebuah penerbitan mayor berkelas. Cita-cita ku sejak kecil memang bukan itu. Namun untung tak bisa diraih, malang tak dapat ditolak. Beberapa hari yang lalu secara aklamasi ditunjuk oleh teman-teman satu rombongan sebagai editor kelas teri. Ini bukan editor buku yang akan diterbitkan, ini hanya editor untuk sebuah tugas yang harus diserahkan kepada seorang dosen. Namun kerjaannya jelas sama persis dengan mereka yang sudah professional sebagai seorang editor.
Mengumpulkan tulisan empat puluh orang dalam waktu hanya lima hari harus menjadi sebuah buku kumpulan makalah yang rapi dan siap untuk dicetak. Bukan perkara mudah saat harus berhadapan dengan tulisan yang masih sangat acak-acakan. Baik dari segi format tulisannya maupun isinya. Tak perlu dilihat isinya sebenarnya. Karena yang terjadi hampir 90 persen dari 40 tulisan yang masuk adalah hasil dari copi paste internet. Unsur plagiat sangat kentara di sana.
Dalam gumaman di depan laptop hanya bisa berkata Aduhh,pusing kepala ini!
Beginilah ternyata kerjaan seorang editor, di depan laptop terkadang harus senyum-senyum sendiri saat menemui sesuatu yang sangat janggal dari tulisan di depannya. Terkadang pula harus kesal sendiri, saat harus menemui tulisan yang sangat tidak layak terbit. Kalau seorang editor yang sudah professional tidak akan ambil pusing dengan tulisan semacam ini, karena begitu tak layak maka akan langsung didelete dari daftar. Persoalannya yang ku alami adalah menjadi editor yang harus menerima semua tulisan yang masuk dan menjadikannya tulisan yang layak untuk dicetak. Ini lebih pusing dari yang dibayangkan.
Kerjaan yang paling menyita waktu saat mengedit adalah: Pertama, melihat judulnya apakah sudah sesuai dengan tema yang diinginkan sang dosen ataukah belum. Kedua, jika ada judul yang sama dengan tulisan yang dimiliki teman lainnya harus segera diganti dengan judul lain. Asalkan tidak ada kesamaan isi. Jika ada kesamaan isi, maka langsung dibuang dari daftar. Harus meminta tulisan direvisi total. Alias ngirim lagi yang lain.
Ketiga, saat sudah mulai masuk kepada format tulisannya. Akan tambah pusing lagi, karena tidak semua tulisan yang masuk telah memenuhi format yang ditentukan. Menyesuaikan kepada format yang telah ditentukan adalah pekerjaan yang membuat cenat-cenut kepala. Terkadang harus sambil mengepalkan tangan karena saking kesalnya dengan format tulisan yang amburadul. Diminta format apa dia ngumpulkan formatnya apa. Sebagai contoh, ada yang ngumpulkan tulisan dengan format huruf Calibri 11 pt spasi single. Padahal yang diminta Times New Roman 12 pt spasi 1,5. Belum lagi saat mendapati ada yang mengumpulkan dalam bentuk file pdf, padahal harus dijadikan satu dengan tulisan lainnya dalam satu file word. Alamaakkkk. Keempat, yang paling pusing adalah saat membaca isinya. Jika ada tulisan yang sekedar ambil dari sebuah makalah di internet, memang sangat bagus kalimatnya. Namun apalah artinya nilai bagus jika sebuah makalah yang dinilaikan diambil utuh dari milik orang lain di internet, tanpa ada editan sedikit pun.
Apalah aku ini , hanya seorang editor yang harus siap menerima semua tulisan yang masuk. Baik dibuat sendiri ataupun sekedar copi paste milik orang lain tanpa permisi. Sangat gemas dengan perilaku semacam ini . namun apalah daya aku bukan sang dosen yang harus memberi nilai. Aku hanya dapat mengingatkan kepada mereka yang asal comot tulisan orang lain demi memenuhi sebuah tugas dan mendapatkan nilai.
Lak yo mumet bin pusing mb...
BalasHapusgitu yo jadi editor
BalasHapusSaya punya rekomendasi buat spa kalau dibutuhin mba :D
BalasHapus