Rintik hujan tak mau berhenti. Titik airnya tetap mengalir lembut ke bumi. Sedikit demi sedikit, titik-titik lembut mulai berubah menjadi guyuran air yang semakin deras. Basah seluruh makhluk Tuhan yang ada di bumi. Sudah empat hari sebagian belahan bumi tidak terkena segarnya air hujan.
Anak-anak ayam menciap-ciap saat hujan mulai turun. Mencari perlindungan diantara pohon-pohon nangka. Berlari lari kecil dari satu pohon ke pohon lain. Kucing belang yang sangat benci dengan air sudah sejak mendung tadi segera beergelung di sebuah teras rumah. Sore yang cerah segera berubah menjadi gelap, seiring datangnya mendung di langit.
Rumah sederhana dengan cat tembok hijau, bercorak semi modern. Bangunannya masih tampak kokoh. Belum tampak guratan-guratan lumut atau pun retak-retak. Gentengnya pun bercorak modern. Pilihan keramik di bagian teras tak kalah menarik. Senada dengan warna temboknya yang hijau. Hanya saja warna keramiknya lebih lembut. Dengan aksen hijau tua di bagian pinggir teras.
Seekor kucing belang meringkuk di pojok teras, berusaha melindungi tubuhnya dari terpaan hujan yang makin deras. Tiga sisi teras yang terbuka membuat si kucing merasa tak nyaman di pojokannya. Dia memindahkan tubuhnya agak merapat ke pintu dengan harapan lebih terlindungi dari hujan. Ini pun tak berhasil dengan baik.
Persis di depan teras tumbuh pohon mangga yang mulai berbuah. Beberapa sudah sekepalan tangan orang dewasa. Namun masih banyak yang seukuran kerikil. Bahkan masih tampak sebagai bunga yang mulai mekar. Pohon mangga jenis kerikil ini selalu berbuah lebat tiap musimnya. Musim mangga tahun lalu ada puluhan buah. Si pemilik pohon yang juga sekaligus pemilik rumah tak pernah menjual mangga itu. Separuhnya dia bagi-bagikan ke tetangga dekatnya. Sebagian di konsumsinya sendiri. Jika masih, saat ada teman atau kerabat yang datang ke rumah selalu diberi.
Tepat di samping pohon mangga terdapat pohon kelengkeng yang belum lama ditanam. Baru sekitar sebulan yang lalu ia berpindah dari kios tanaman ke halaman rumah tersebut. Pemilik rumah ini memang menyukai pohon buah-buahan. Ini terbukti dari beragam tanaman buah di sekitar rumahnya. Mulai dari mangga, kelengkeng, jambu air, rambutan, jeruk, hingga durian.
Halaman rumah mungil yang menghadap ke selatan ini selalu tampak sejuk. Walaupun pada musim kemarau rumput manila yang terhampar di separuh halaman itu menjadi kering. Pada musim hujan seperti ini halaman rumah itu terasa lebih sejuk. Ukuran halamannya tak luas. Hanya sekitar lima kali empat meter. Bentuknya pun tidak simetris. Lebih menyerupai bentuk trapesium.
Seorang perempuan muda tengah menatap hujan lewat jendela rumah hijaunya. Tatapannya sendu, lebih menggambarkan kesedihan yang mendalam. Jendela kamarnya menghadap ke barat. Di tengah hujan yang begitu deras perempuan muda ini sengaja tak menutup jendelanya. Dia biarkan saja dahan jendelanya tertembus hujan. Beberapa titik air pun masuk ke kamar tempat Dia berdiri saat ini.
Tak tampak sedikit pun keceriaan di wajahnya. Tingkah lucu anak-anak itik yang berteduh di bawah jendelanya tak mampu memalingkan wajah sendunya dari air hujan. Sesekali perempuan muda ini mengusap matanya. Sudah hampir satu jam sejak mendung mulai menggantung, air matanya mengalir.
Usianya baru menginjak tiga puluh tahun. Tiga bulan lagi akan genap menjadi tiga puluh satu. Dia bukan satu-satunya orang yang tinggal di rumah hijau itu. Suami dan kedua anaknya sedang keluar rumah semenjak siang sehabis zuhur tadi.
"Ma, tambah satu lagi ya," pinta suami Ratih suatu petang.
"Aku maunya dua aja ya, Pa," Ratih selalu menjawab dengan jawaban yang sama setiap kali suaminya memperbincangkan hal yang sama. Walaupun begitu suami Ratih tetap saja menggodanya dengan pertanyaan yang lebih kepada sebuah permintaan.
Sebenarnya Ratih tidak terlalu mengambil hati. Dalam pandangan suaminya, Ratih adalah perempuan yang tak pernah membantahnya. Walaupun Ratih selalu menjawab dengan hal yang sama atas permintaannya. Amir tahu dengan pasti apa yang ada di hati Ratih tidak demikian adanya.
Akhire nongol juga mbakku
BalasHapusTuhan suka yang ganjil mba. hehehe. Tambah satu!
BalasHapusMendeskripsian tang keren mba
BalasHapusPsti habis dengerin lagu Ratih Purwasih ini...
BalasHapusEh mau tambah dedek bayi ya
BalasHapus