7 Mei 2016

Episode Ratih 3

Ratih tak kan mampu melukai hati suaminya. Sudah sepuluh tahun mereka berumah tangga. Segala keluh kesah sudah pernah terlontar. Susah, senang dilalui bersama. Segala masalah Ratih pasti diketahui Amir. Begitupun sebaliknya. Mereka selalu terbuka atas masalah yang ada. Nyaris tidak ada yang disembunyikan.


"Kamu sekarang adalah tanggunganku, Ma.... Janganlah ada yang kau sembunyikan padaku. Segala masalahmu adalah masalahku juga."
Ratih teringat pada perkataan Amir saat suatu ketika Ratih menangis di kamar karena suatu persoalan yang kurang mengenakkan hatinya. Ratih waktu itu memiliki masalah dengan Kepala Bidangnya di kantor hingga terbawa ke rumah.

"Aku ingin kamu selalu bahagia di sini. Berjanjilah jangan ada air mata lagi." Ratih hanya mampu mengangguk saat itu. Suaminya tahu kegusaran hatinya terhadap masalah yang sedang dihadapinya di kantor.

Sejak itu saat Ratih tak kuasa untuk tidak menangis, dia akan menumpahkan tangisannya di perjalanannya dari rumah hingga kantor atau saat tak ada orang lain di rumahnya. Seperti saat ini. Ratih menumpahkan kegundahan hatinya kepada hujan.

"Tuhan, aku tahu Kau menginginkan ini terjadi padaku. Tapi aku tak menginginkan kehamilan ini Tuhan..." disela isak tangisnya yang tertahan Ratih mengeluhkan kehamilan yang tak pernah diinginkannya. Suaminya tidak pernah tahu akan hal ini. Ratih tak dapat merusak kebahagiaan dan harapan Amir. Di depan suaminya Ratih selalu bersikap sebahagia mungkin. Namun saat sendiri seperti ini, Ratih sering kali mengeluh atas kehamilannya.

Ratih selalu membayangkan kerepotan yang akan dipikulnya beberapa bulan ke depan. Kerepotannya mengurus Hilda dan Hasnah kedua anaknya belum lagi hilang dari ingatan. Belum lagi saat harus berhadapan dengan ibu mertuanya saat menitipkan anak-anaknya.

"Jangan lama-lama kalau pergi, Aku juga mau pergi sebentar lagi." Ibu mertua Ratih selalu mengatakan hal ini dengan nada yang kurang enak di telinganya, saat menitipkan Hilda maupun Hasnah.

"Tuhan,...bukan aku menolak amanah yang Kau berikan kepadaku. Mungkin aku hanya belum siap untuk segala kerepotan nantinya."

Sebuah motor biru nampak dari kejauhan. Ada suami dan kedua anaknya di atasnya. Ratih pun segera mengusap air matanya. Buru-buru membasuh muka dan mengelapnya dengan handuk.

2 komentar: