10 Maret 2016

Tanpa Predikat, Tiada Arti

Menulis sepuluh kalimat setiap hari, itulah yang harus dilakukan. Apa sulitnya sepuluh kalimat? Bukankah dalam satu hari, seseorang bisa berucap lebih dari sepuluh kalimat. Ini memang terkesan sepele, namun bagi sebagian orang menulis sepuluh kalimat setiap hari bukanlah hal yang mudah.


Tidak dipungkiri bahwa setiap orang, akan berucap banyak hal setiap harinya. Seandainya apa yang diucapkannya dalam satu hari itu ditulis, tak terhitung jumlahnya. Hanya saja, apa yang ditulis itu belum tentu memiliki makna. 

Sebuah tulisan yang utuh bukan dilihat dari banyaknya paragraf atau kalimat yang digunakan. Tulisan yang utuh lebih dilihat dari isinya. Puisi yang hanya lima baris, bisa jadi lebih utuh daripada artikel tiga lembar. Ada tidaknya makna dari sebuah tulisan mutlak menjadi syarat tulisan yang utuh. 

Tulisan utuh dimulai dari susunan kalimat yang utuh pula. Salah satu syarat kalimat utuh adalah terdapat predikat. Contohnya sebagai berikut:
Ani, gadis kecil berbaju merah itu meninggalkan panggung dengan tenang seolah tanpa beban.
Bandingkan dengan kalimat berikut:
Ani, gadis kecil berbaju merah dengan potongan rambut lurus itu tampak semakin cantik.

Kalimat pertama memiliki predikat yaitu meninggalkan panggung. Kalimat pertama memiliki pola subyek predikat dan keterangan. Sedangkan kalimat kedua tidak memiliki predikat. Walaupun kalimat kedua tampak enak dibaca, sesungguhnya itu bukanlah kalimat. Kalimat kedua hanya terdiri dari subyek dan keterangan. 

Jika boleh dikatakan, predikat harus ada jika sebuah kalimat ingin disebut sebagai kalimat yang utuh.

6 komentar:

  1. keren kak ...
    kalo tulisan saya sich masih ngalor ngidul gak karu-karuan tanpa predikat.
    harus belajar banyak dari kakak ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tulisan mas heru jauh lebih keren loh padahal.

      Hapus
    2. Tulisan mas heru jauh lebih keren loh padahal.

      Hapus
  2. Ilmu niih buat yg pengen banget bisa nulia cerpen *baca"saya"
    Hihihi makasii kak 😍

    BalasHapus